Sunday 11 November 2007

Khutbah Idul Fitri

الله أكبر (٣×) - الله أكبر (٣×) - الله أكبر (٣×)
الله أكبر كلما هل هلال وأبدر ، الله أكبر كلما صام صائم وأفطر ، الله أكبر كلما تراكم سحاب وأمطر ، الله أكبر كلما نبت نبات وأزهر ، الله أكبر كلما أورق عود وأثمر ، الله أكبر كلما أطعم القانع والمعتر.
الله أكبر – الله أكبر – لاإله إلا الله ولله أكبر – الله أكبر ولله الحمد.
الحمدلله الذى سهل للعباد طريق العبادة ويسر ، ووفاهم أجور أعمالهم من خزائن جوده التى لا تحصر ، وجعل لهم يوم عيد يعود عليهم فى كل سنة ويتكرر ، وزكى أبدانهم من درن السيئات وطهر ، وتابع بين الأوقات لكى تشيد بأنواع العبادة وتعمر.
أحمده سبحانه وهو المستحق لأن يحمد ويشكر ، وأشكره على نعم لا تعد ولاتحصر.
وأشهد أن لاإله إلا الله وحده لاشرك له الملك العظيم الأكبر ، الذى جعل لكل شئ وقتا وأجلا وقدر.
وأشهد أن سيدنا ونبينا محمدا عبده ورسوله الشافع المشفع فى المحشر ، نبي ما طلعت الشمس على أجمل منه وجها ولا أنور ، نبي غفرالله له ما تقدم من ذنبه وما تأخر ، ومع ذلك قام على قدمه الشريف حتى تفطر.
اللهم صلى وسلم على عبدك وخليلك محمد وعلى آله وأصحابه الذين أذهب الله عنهم الرجس وطهر.
أما بعد
فيا أيها الحاضرون والحاضرات رحمكم الله :
إتقوا الله تعالى فيما أمر ، وانتهوا عما نهاكم وزجر.
واعلمو أنه قد نزل بساحتكم يوم العيد ، يوم البركة والمزيد ، ويوم تكبير وتهليل وتحميد ، فمجدوه حق التمجيد ، تنالوا الرحمة والمغفرة من الله المجيد.

Para Hadirin, Sidang Iedil Fithri Rohimakumulloh
Di pagi yang indah ini, diiringi gema takbir, tahmid, tahlil dan sholawat, jutaan ummat Islam, laki-laki perempuan, orang tua, remaja dan anak-anak dengan wajah yang berseri dan hati yang berbunga menyambut dan merayakan kemenangannya, setelah mereka berhasil menyelasaikan kewajiban yang juga merupakan ujian; puasa dibulan Ramadhan.
Sebulan penuh mereka ditempa dan digembleng, nafsu dibatasi, makan dan minum dikurangi, ibadah ditingkatkan.

Karenanya wajar, manakala mereka menyambut dan merayakan kemenangannya; tetapi wajar juga, jika saya berusaha mengingatkan diri saya dan juga kita semuanya, sekaligus berharap; mudah-mudahan kemenangan tersebut tidak membuat kita lupa diri, yang pada gilirannya justru akan menggelincirkan kita ke jurang kehancuran.

Karena memang, pada hakikatnya manusia itu diuji dengan dua ujian:
1- Ujian dan cobaan yang berupa kesengsaraan, kepedihan, kesulitan, kepahitan, kegagalan, dan sejenisnya.
2- Disisi lain, adalah ujian dan cobaan dalam bentuk kebahagiaan, kegembiraan, kemewahan, kenikmatan, kesenangan, kemenangan, keberhasilan dan yang semacamnya.
Pada umumnya, kita lebih tabah, lebih sabar, dan berhasil di dalam menghadapi ujian jenis yang pertama; bahkan pada kenyataannya setiap ujian dan cobaan yang berbentuk kesengsaraan dan kesulitan, justru akan membuat kita makin mendekatkan diri kepada Allah SWT, dan akan membuat kita makin runduk keharibaann-Nya.

Tetapi tidak demikian ketika kita dihadapkan pada ujian dan cobaan yang berbentuk kesenangan, kenikmatan dan kemenangan, ternyata banyak yang berguguran dan gagal menyelasaikannya.

الله أكبر- الله أكبر – الله أكبر - ولله الحمد
Banyak contoh yang bisa kita saksikan di dalam kehidupan kita sehari-hari, salah satu di antaranya adalah Puasa Ramadhan yang baru saja kita selesaikan, dan keberadaan kita dihari Raya Iedil Fithri ini.
Kaum Muslimin dan Muslimat yang dirohmati Alloh.
Puasa Ramadhan adalah salah satu dari cobaan jenis yang pertama, cobaan dalam bentuk kesulitan dan kesusahan, betapa tidak, sebulan penuh kita diperintahkan untuk meninggalkan makan-minum, mengekang dan mengurangi hawa nafsu disiang hari, alhamdulillah dengan penuh ketegaran dan ketabahan, kita mampu melakukannya dengan sempurna.
Tetapi, begitu datang Hari Raya – yang nota benenya adalah juga ujian dan cobaan – banyak yang lupa diri. Kita lupa, bahwa Hari Raya yang penuh dengan kesenangan dan kenikmatan ini adalah juga ujian dalam bentuk lain.

Banyak kita jumpai diseputar kita, dengan dalih “Halal Bi Halal” untuk menyambut Iedul Fithri, mereka isi dengan pesta pora, dan melakukan perbuatan-perbuatan yang justru bertentangan dengan moment Iedul Fithri itu sendiri. Kita lihat para remaja, yang ketika dibulan Ramadhan aktif melakukan Taqorrub (pendekatan diri kepada Allah SWT), mereka lalui bulan Ramadhan dengan puasa, sholat tarawih, tadarus al-Qur’an, mengikuti majlis ta’lim, memasuki pesantren kilat, dan ibadah yang lainnya; ternyata ketika Hari Raya tiba, mereka isi dengan pesta, rekreasi dengan pasangan yang bukan muhrimnya, atau perbuatan-perbuatan maksiyat yang dengan susah payah berusaha ditinggalkannya dibulan Ramadhan.

Semua ini terjadi, karena tidak disadarinya, bahwasa kebahagiaan, kenikmatan, kemenangan dan semacamnya adalah juga ujian dan cobaan. Mereka hanya menyangka, yang namanya ibadah hanya terfokus dibulan Ramadhan saja. Begitu usai Ramadhan, usai pulalah segalanya, dan pekerjaan maksiat lama pun terulang kembali.

Karenanya, Allah SWT sudah mengingatkan kita, agar tidak melakukan kejelekan dan kesalahan, setelah kita melakukan kebaikan, sebagaimana firman-Nya dalam surat al-Baqarah, ayat 188:

﴿ وَلاَ تَأْ كُلُوآ أَمْوَا لَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلْ ﴾
“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain diantara kalian dengan jalan yang bathil.”

Ayat ini turun setelah Allah SWT memerintahkan kita melakukan Puasa Ramadhan dengan segala ketentuannya, sebagaimana dalam ayat 183-187 dalam surat yang sama.
Dengan begitu Kita tahu, bahwa Ramadhan bukan akhir perjalanan sebuah ibadah, tetapi justru langkah awal untuk memulai hidup baru, hidup yang terlandasi dengan jiwa yang sudah kita bersihkan dan kita sucikan dibulan Ramadhan.

Untuk itu marilah kita simak dan kita renungkan petunjuk Allah SWT di dalam menyikapi datangnya ujian yang berbentuk kebahagiaan ini:

﴿ إِذَا جآءَ نَصْرُ اللهِ وَالْفَتْحُ ، وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِى دِيْنِ اللهِ اَفْوَاجًا ، فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا ﴾
“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhan-mu, dan mohonlah ampun kepada-Nya, sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima Taubat” QS. An-Nashr 110:1-3.

الله أكبر- الله أكبر – الله أكبر - ولله الحمد

Hadirin Kaum Muslimin dan Muslimat yang berbahagia.
Perhatikan dengan baik, bagaimana Allah SWT menganjurkan kepada kita, ketika kita memperoleh kenikmatan dan kebahagiaan, maka syukur yang harus dilakukan adalah justru dengan bersujud, bertasbih dan mohon ampun kepada Allah SWT.
Ini adalah sebuah “pagar” yang insya Allah akan mampu menjaga kita, agar tidak hanyut dalam kemewahan Iedil Fithri, sehingga dengan demikian kita tidak terjebak dalam perangkap dan bujuk rayu iblis, sebagaimana sudah diingatkan oleh Rasulullah SAW.
Dalam kaitan ini, ada solusi yang ditawarkan Rasulullah SAW, yaitu dengan menganjurkan kita berpuasa enam hari dibulan Syawwal, sebagai benteng, yang insya Allah akan mampu meredam dan menahan godaan dan rayuan iblis.

« مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوّاَلٍ كَانَ كَصِيَامِ الَدَهْرِ »
“Barangsiapa berpuasa Ramdhan, kemudian mengiringinya dengan berpuasa enam hari dibulan Syawwal, maka seakan-akan dia berpuasa setahun penuh.”

Hadirin, Kaum Muslimin dan Muslimat yang Berbahagia.
Ada satu lagi kewajiban yang perlu diperhatikan, kewajiban yang sama kedudukannya dengan kewajiban berpuasa dibulan Ramadhan, yaitu kewajiban membayar Zakat-Fithrah.
Ada pesan moral yang bisa kita tangkap dari ketentuan tersebut, yaitu pesan kebersamaan, pesan persatuan, dan pesan untuk tanggap terhadap lingkungan diseputar kita, terutama dalam menyikapi situasi dan kondisi negara dan bangsa kita dewasa ini. Ancaman disintegrasi, perpecahan, kekacauan dan keterpurukan bangsa yang semua itu berawal dari kemiskinan dan kesenjangan ekonomi, disamping juga bencana yang bertubi-tubi melanda bangsa ini, insya Allah “teringankan” dengan upaya pensosialisasian zakat, sebab dengan begitu berarti kita berusaha memposisikan kita sebagai UMMATAN WASATHO, ummat perekat dan pemersatu serta ummat yang peduli terhadap lingkungan.
Sebagai pemeluk agama terbesar di negara kita ini, marilah kita tunjukkan kebesaran jiwa kita, marilah kita tunjukkan keagungan dan kemuliaan agama kita, yang selalu mengajarkan RASA PERSAUDARAAN, PERSATUAN dan SIKAP PEDULI yang tulus.
Dengan begitu, insya Allah kita mampu menggapai piala kemenangan yang hakiki, yaitu piala عيد الفطر / kembali ki fitrah, كَيَوْمٍ وَلَدَتْهُ اُمُّهُ / kembali ke kondisi seperti baru dilahirkan, tanpa noda, tanpa dosa. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
« إن الله تبارك وتعالى فرض صيام رمضان عليكم ، وسننت لكم قيامه، فمن صامه وقامه إيمانًا وإحتسابا خرج من ذنوبه كيوم ولدته أمه . » ( النسائي ٤/١٥٨)
dan itulah yang disitir dalam pepatah Arab:
« لَيْسَ العِيْدُ مَنْ لَبِسَ الجَدِيْد ، وَلاَ مَنْ أتَتْهُ الدُنْيَا عَلَى مَا يُرِيد ، وَلَكِنَّ العِيْدَ مَنْ طَاعَتُهُ وَتَقْوَاهُ يَزِيْد ، وَخَافَ يَوْمَ الوَعِيْد ، وَرَاقَبَ اللهَ فِيْمَا يُبْدِى وَيُعِيْد »
“Lebaran, bukanlah baju baru, bukan pula orang yang memperoleh kenikmatan dunia sesuai dengan yang diinginkan; tetapi yang dikatakan lebaran, adalah orang yang keta’atan dan ketaqwaannya kepada Allah makin bertambah, dan takut (kepada Allah) dihari pembalasan, serta orang yang menjaga dan melaksanakan ketentuan Allah.”

Akhirnya, marilah kita berusaha untuk ber-”HARI-RAYA” dengan baik, sebagaimana kita sudah berusaha untuk berpuasa dengan baik. Semoga Allah SWT menerima dan menridloi usaha dan amal ibadah kita. Amin.

0 comments:

Post a Comment